Selasa, 24 Juli 2012

- Mengapa Kawan -


oleh Mba Nunu pada 10 April 2011 pukul 8:26 ·
Kawan, entah mengapa kita bersua?
sayang-sayang kita tercipta berbeda dimana jua

Kawan, mengapa raga kita menyapa?
Sayang-sayang ruh diam tanpa bahasa

Kawan, mengapa kita mengenal?
Sayang-sayang waktu kita tak kekal

Kawan, mengapa kita berjanji sejati?
Sayang-sayang watak sendiri enggan mengerti

Kawan, mengapa ingin tau awan kadang kelabu?
Sayang-sayang mata enggan mencari tau

Kawan, mengapa kita saling tersenyum?
Sayang-sayang hati mengulum jarum

Kawan mengapa kita berkata iya?
Sayang-sayang tidak adanya

Kawan mengapa kita saling banyak berkata?
Sayang-sayang jujur pun tak ada

Kawan, mengapa kita saling memanjat do'a?
Sayang-sayang ikhlas entah kemana

Kawan, jangan tanya mengapa
Sayang-sayang aku tak tau jawabnya

Kawan aku tau jawabnya
Sayang-sayang kita tak menyadarinya

-Periuk Terpejam-


oleh Mba Nunu pada 9 Februari 2011 pukul 21:58 ·
Sesederhana telapak membalik
Secepat surya berkedip
Dia menemui
Membawa sebenggala cinta dalam sampan
Menuang pada periuk
Menguras, mengaduk
Hati siapa tak bersemi
Disapa rampalan puisi tuan
Hati siapa yang bergeming
Bertaut pandang senyum terkembang
Senja menjemput pulang
Diiring angin menembus ilalang
Sejumput rindu berterbangan
Diatas kubang kehampaan
Sejumput rindu melontar tanya
Sayang sayang tertabrak hilang
Hilang siang hilang petang
Datang malam menabur kelam
Menebar layar hitam
Mengisi dengan temaram
Melempar periuk, merajam
Hingga berhias lebam
Dan terpejam

Pesona


Mengembarai beriring ritme dari tuts-tuts alunkan cinta
Saling berekspresi dengan galur ungu tulip langka

Mempesona

Hingga rembulan merona
Tersipi lalu mengulum tawa,
Menerbit senyum

Menggoda

Sepasang angsa berdansa menggelombangkan transversal rindu di atas kolam
Lalu memanjatkan do’a-do’a cinta pada Yang Maha Cinta

Takzim

Sorak sorai angin menggelitik lembut setiap telinga
Asyik-masyuk rupanya

Gemintang berperan lilin dipadam
Mempesona

Hingga rembulan merona
Tersipu

Sampai sebelum fajar Subuh menyapa

“Mari berjamaah, cinta”

[Budhe Nunu 2012]

Romansa Sepasang Cinta


Ini dari marunnya langit-langit hati,
Nan sesak romansa
Dansa sepasang cinta dipelataran purnama
Disoroti sinar anggun melingkari,
Senyum-senyum sarat arti

Ada yang bertemu disetiap kerling mata
Ada rindu disetiap segaris senyum
Ada pesan disetiap cinta yang mengudara

Kini ia membiru, hingga kelabu
Pelan, namun pasti ia terjatuh bersimpuh
Entah mengapa semua menepi

Ada yang sendiri
Yang sendiri itu berdiri dengan lutut
Mematut diri pada kediaman yang bisu

Sedih ditingkah sendu bertamu
Disambut rindu
Kini t’lah berganti tokoh utama
Pun alurnya
Karena entah mengapa semua menepi

Tirai disingkap dan digeser

Ada yang sendiri
Yang sendiri itu berdiri dengan lutut di bawah janggut
Kepala bersandar,
Pada tunduk dan kaki meja

[Budhe Nunu 2012]

Lirihkan!


Kalau sakit kau jangan berteriak
Kalau senang apalagi
Kemana istighfar?!
Kemana tahmid?!
Apa sudah nglotok,
Bersama bulu srigala ketika kau berperan domba dan sebaliknya?
Apa sudah menciut,
Bersama akhlaqul karimahmu yang membutut
Kemana wejangan gurumu?!
Buat membetulkan laku
Biar tidak serong melulu
Apa sudah larut,
Bersama tidur siang bolongmu?!
Duh!

Jangan linglung
Karena ini bukan segaris lurus vektor da atas kertas kotak-kotak yang bikin kepala berdengnung-dengung
Bukan lingkaran yang hanya berputar-putar seperti itu saja
Bukan! Bukan seperti aljabar
Apalagi transaksi pasar yang dibayar dengan selembar dua lembar

Jangan menggerutu
Karena ini bukan seperti menghitung-hitung receh,
Dan kembalian yang tak genap
Bukan seperti ‘tentukan’ yang tak tertentu
Bukan! Bukan!
Apa kau tak jua memahaminya?
Duh! Duh!

Jangan berteriak kalau tak mengerti!
Jangan berteriak kalau memohon dan meminta!
Jangan berteriak kalau mengadu!
Karena Dia bahkan Maha Bisa mendengar bisikan busuk jiwa kopongmu
Meski kau bungkam dan sembunyikan kealpaan dengan teriakkan dan dustaan
Walau kau poles luaran dengantasbih yang berputar-putar
(hanya sebatas diputar huh!)
Dan kau sebut—sebut “Aku sudah bersyukur”
Sedang kau terus teriak ngawur dan ngelantur
Duh! Duh! Duh!

Jangan sampai keluar jalur
Semoga,
Dan lirihkan suara,
Itu saja

[Budhe Nunu 2012]